Republika.com.id,
Ciamis-Ulama Ciamis, KH Nonop Hanafi, mengatakan umat islam akan menggelar aksi
jalan kaki ke Jakarta mulai senin (27/11) guna mengikuti aksi bela islam 2
desember. Aksi tersebut menyusul di persulitnya massa untuk memperoleh
trasportasi berupa bus menuju Jakarta.
Ia mengatakan pada awalnya ingin memesan bus untuk memberangkatkan massa ke
Jakarta.
Tetapi, pihak pengelola
bus urung menyetujui, ia menengarai hal itu lantaran adanya tekanan dari pihak
tertentu agar tak menyewakan bus bagi para peserta aksi 2 desember. Bahkan, ia
merasa ada pengelola bus yang sampai diancam pencabutan izin usahanya.
”Kami ngontak PO bus semua
pada bilang enggak. Sementara umat Islam ingin berangkat tidak bisa disalurkan,
makanya kami ambil langkah jalan kaki ke Jakarta ini sebagai bentuk panggilan
hati nurani sebagai muslim”, katanya pada Republika.
Pimpinan Ponpes Miftahul
Huda 2 itu membantah tudingan muatan politis dalam Aksi Bela Islam kali ini,
pasalnya ia menyatakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seharusnya dipenjara
setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama. Tapi pada
faktanya saat ini Ahok tak ditahan, ia merasa ada ketidakadilan, ia pun
menyimpulkan adanya perbedaan perlakuan di depan hukum. Yang jadi masalahnya,
ada ketidakadilan hukum yang mengusik masyarakat.
Dulu Yurisprudensinya
pernah terjadi pada Lia Eden dan Arswendo masuk penjara karena penistaan agama
langsung masuk penjara. Ahok kok keliatan ada ketidakadilan, sumber masalahnya
kalau dikenakan hukum yang sama maka tak akan nuntut, ujarnya. Ungkapan Ahok
yang menyeretnya sebagai tersangka penistaan Al-Qur’an, tidak lain itu hanya
sekedar status yang tiada arti yakni status yang tanpa ada tindakan hukum yang
tidak membawa efek jera bagi pelakunya.
Namun di balik statusnya
sebagai tersangka, ahok masih melenggang bebas walau sudah ditetapkan sebagai
tersangka. Berbeda dengan Buni Yani serta merta langsung ditahan, lambatnya
proses hukum yang terkesan tebang pilih kasus Ahok menegaskan kembali bahwa
hukum yang diterapkan di Negeri ini ada sekularisme, dalam hukum sekular ini
keadilan sama sekali tidak bisa diharapkan.
Oleh karena itu Aksi Bela
Islam 3 menuntut kepada pemerintah agar serius dalam menindaklanjuti kasus penistaan
agama tersebut. Namun dalam hal ini pemerintah menghalangi melalui berbagai
cara (a) memecah suara ormas lewat berbagai undangan pertemuan dengan pimpinan
ormas agar membatalkan aksi 212, (b) semua polres menghimbau daerahnya tidak
ikut aksi (c) menyebarluaskan selebaran menakut-nakuti masyarakat dengan
ancaman maker (d) melontarkan tuduhan ada indikasi makar.
Setelah terjadi
kesepakatan dengan penyelenggara aksi untuk memindahkan aksi ke kawasan
monas tidak di jalan protocol,
pemerintah pun berusaha mengalihkan aksi itu menjadi doa bersama, benar-benar
kasat mata kezaliman penguasa kapitalis terhadap umat islam. Dari sinilah umat
Islam serentak bersatu pada aksi bela islam 2 desember dengan tujuan yang sama
yaitu membela islam menuntut keadiln atas kasus penistaan agama tersebut.
Kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh Ahok tak mendapatkan penanganan hukum yang tegas, prosesnya pun
tak kunjung selesai, hanya berstatus sebagai tersangka akan tetapi tidak
tersentuh oleh hukum. Kalaupun ada hukum yang berjalan, tidak lain hanya
hukuman yang ringan dan bisa dipilih-pilih.
Dalam Islam, hukuman
diterapkan secara tegas sehingga membawa efek jera dan mencegah agar kasus
tersebut tidak terulang. Islam mensyariatkan bahwa penista agama harus
mendapatkan hukuman mati.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
menjelaskan bahwa Jumhur Ulama sepakat jika seseorang Non Muslim melakukan
penistaan terhadap agama islam, maka batallah perjanjiannya dan ia layak
dihukum mati, sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan penistaan agama,
mengingat sanksi hukumannya yang berat. Hukum yang tegas dan adil akan dapat
terlaksana bila seluruh syariat islam diterapkan secara kaffah (totalitas) di
dalam naungan Khilafah Islamiyah sebab khilafah adalah satu-satunya institusi
penegak syariah, yang dengan itu Al-Qur’an benar-benar bisa terjaga dan
diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.(*)
Penulis : Siti Shofiyyah
Yani